Event KBS adalah event menulis
pertama kali saya ikuti. KBS sendiri kepanjangan dari Kita Bercerai Saja,
sebuah cerbung yang dibuat oleh author Ry Yani. Beliau memberikan kesempatan
kepada pembaca untuk menulis ending menurut versi pembaca dari cerbung KBS. Dan bagi pemenang berhak mendapatkan salah satu novel karya Ry Yani.
Dan inilah ending Kita
Bercerai Saja menurut versi saya … happy reading.
----
Aku melihat sekeliling,
gelapnya semakin pekat, menengadah angkasa, ternyata bintang malam ini tidak
muncul, hanya suara binatang malam yang
saling bersahutan, udara yang semakin mengigit menusuk sampai ke tulang.
Aku memeluk tubuhku sendiri, memutar ulang memori kebersamaan kita.
Mencintaimu membuat
hidup bagaikan menaiki roller coaster, mampu membawaku ke asa yang tinggi terkadang turun menukik tajam dan
terhempas. Tapi aku memahami Mas, bukankah setiap perjalanan cinta perlu ujian,
asalkan kita masih dalam satu rel yang sama, berapapun waktu yang di tempuh, kita
masih dalam satu tujuan.
Aku sudah mencoba menekan
ego, menyimpannya pada level terbawah, mengesampingkan rasa sakit, mengenyahkan
prasangka buruk, memohon padamu agar tetap bertahan, menulis perjalanan kisah
kita pada kertas putih bersih, memulai lembaran baru, demi sebuah kata keluarga
utuh, demi anak-anak yang terlahir dari sentuhan cinta kasih kita, demi kamu
yang aku cintai.
Tapi sungguh yang aku
dapati hanya kekecewaan, kau memberikan jawaban yang ambigu, aku makmum yang
perlu kata ketegasan dari seorang imam. Kau menyerahkan nahkoda kapal padaku,
sedangkan kau sebagai penumpang, sebuah alur mahligai yang salah tatanan.
Tidakkah kau lihat usahaku menata kepingan agar bangunan yang bernama
pernikahan kembali kokoh, tidakkah kau lihat betapa aku sangat mencintaimu.
“Hei … kenapa diluar?
ayo masuk, nggak bagus anginnya, kasihan nanti Arjuna mimik asinya dingin.”
Dia mendekapku erat,
tatapan mata yang teduh memberikan efek kesejukkan. Kesetiannya menyimpan rasa bertahun-tahun
dapat meluluhkan hati. Sentuhan lembut yang dia berikan membuatku merasakan lagi
debaran di dada. Sikapnya yang tidak menuntut membentuk desiran, perlahan
menyusup pada kalbu,
“Kita namakan Arjuna,
sebagai pengingat nama itu adalah lelaki yang kau cintai.” Nama itu usul darinya, ketika si kecil lahir, nama
yang sama denganmu, Mas. Betapa dia sangat menghormati perasaanku. Keikhlasannya
mampu membuatku berkata … I love you.
“Hanya sebentar, pengen
lihat bintang tapi ternyata nggak ada.” Jawabku.
“Teringat dia? hm? lihat
sini, May!” pintanya.
“Besok hari Minggu, kita
kesana, ajak anak-anak, pasti mereka kangen ayahnya.”
Lihat, betapa besar
rasa itu untukku, betapa luas hatinya, dapat kulihat kecintaannya pada
anak-anakku dan dengan mudah mereka dapat menerima pengganti ayahnya, bodoh
jika aku tak membalasanya.
“Mas, mengapa masih
cinta sama May, yang udah punya anak tiga, bekas lagi, padahal Mas bisa
dapatkan gadis perawan yang lebih segalanya dari May.” Menatap lekat wajahnya.
“Jangan tanya mengapa,
karena Mas juga tidak tahu jawabannya.”
Dia mengikis jarak, memberikan
sentuhan lembut, pelan tapi mengigit, di luar kendali, aku memberikan lebih,
dia merespon, mengimbangi keliaranku, memasuki lebih dalam, memainkannya, tanganya
pun ikut bermain, tak sadar aku mengeluarkan suara desahan. Pagutan kami
berhenti karena kehabisan oksigen, “ambil napas lagi,” suaranya parau, rencana mengulang adegan
tadi, tapi tiba-tiba saling menarik diri, terdengar tangisan si kecil itu
artinya dia terbangun karena haus. Kening kami bersentuhan, menetralkan napas
yang memburu, tersenyum, lalu masuk ke dalam.
Lihatlah Mas, wajah si
kecil mirip sekali denganmu, tapi aku berharap sifat kerasnya tidak menurun
padanya. Andai kau tidak memutuskan pergi dengannya, mungkin kau masih bisa
melihat kembaranmu.
Aku masih ingat, hari
itu kita habis bertengkar, dia datang menawarkan jasa, tanpa ku duga kau
memutuskan menerimanya, tentu saja itu membuat dadaku bergemuruh, kalau sekedar
mengantar kontrol ke dokter aku pun masih bisa, kau meninggalkanku yang terisak
menahan amarah. Tapi hidup untuk satu jam kedepan pun kita tak tahu, kecelakaan
beruntun terjadi, berawal dari sebuah truk yang hilang kendali, dari sekian
banyak mobil yang hancur, mobil yang kau tumpangi salah satunya.
Rasa bersalah ku membumbung
tinggi, berandai-andai pun tidak dapat memutar waktu. Untungnya aku di
kelilingi orang-orang yang menyayangi, salah satunya lelaki yang sedang
memelukku sekarang. Mereka dapat mengembalikan semangat hidup, sehingga aku
bisa menerima dengan lapang suratan dari sang Illahi.
“Sudah tidur dedenya?”
Dia bertanya dengan tangannya yang tak mau diam menjelajah.
“Kenapa.” Aku tersenyum
menggoda, tak mau kalah tanganku pun ikut menelusur.
Suara jantungku
berdetak tak karuan, dapat kuraba dadanya berdetak kencang, napas kami saling
memburu, berselancar dalam setiap jengkal tubuh, meresapi kenikmatan dalam
setiap sentuhan, tak terelakkan suara khas menyambut, bergelut dalam satu
alunan simponi yang sama, tak dapat ku sangka aku dapat merasakannya kembali, pada
perjalanan menuju puncak tertinggi, aku bisikan kata, “I love you, Mas Abim.”
oleh Neng Sri
Terima kasih untuk SubScribe, Like & Share
❤
Terima kasih untuk SubScribe, Like & Share
❤
No comments:
Post a Comment